IKUTILAH LOMBA MENGARANG FILATELI.
Klik http://suatkabar.com/LMFI
-----------------------------------
Terima kasih Mas Efendy.
1. Pengalaman saya berprangko sejak 1973 hingga kini, memang sekitar 80% filatelis senior TAK terbiasa mengungkapkan isi hatinya dalam kata-kata tertulis. Yang kelihatan aktif terbuka umumnya generasi muda.
2. Hobi filateli adalah hobi pribadi, perseorangan dan tidak diharuskan untuk terbuka. Bahkan mantan ketua PFI Jakarta (almarhum), Bp. Djoko Santoso Sumardi (mantan Presdir Askrindo) pernah mengatakan kepada saya pribadi, mengapa sih koleksi prangko harus dipertandingkan, diperlihatkan kepada umum, "Saya sendiri nggak suka tuh. Lebih baik dinikmati sendiri, teduh, nyaman dan menyejukkan rasanya setelah sehabis kerja." Benar sekali, saya pun setuju.
3. Olehkarena bersifat hobi dan pribadi, janganlah paksakan seorang kolektor untuk lebih terbuka, biarkan apa adanya. Namun di dalam sebuah organisasi, katakanlah PFI, kumpulan kolektor itu harus mematuhi tata tertib, aturan yang ada sehingga organisasi dapat berjalan dengan baik. Organisasi inilah yang memperjuangkan kepentingan filatelis (anggotanya). Jadi jelas PFI tidaklah memperjuangkan pihak ketiga, tapi tetap harus mempertahankan kerjasama dengan pihak ketiga.
4. Kalau mau bebas nggak mau diatur-atur, nggak usah jadi anggota Perkumpulan Filatelis? Benar. Dengan demikian sang kolektor harus berjuang sendiri mengumpulkan koleksinya. Apa manfaat jadi anggota sebuah perkumpulan filatelis? Banyak sekali. Sebuah perkumpulan bisa memperjuangkan anggotanya untuk mendapatkan jatah benda filateli, kepastian mendapatkan jatah benda filateli. Bukan anggota, bisa kehabisan dan tak dapat benda filateli. Ini baru satu contoh nyata dan sebagai pengurus PFI saat saya di jakarta, pernah saya praktekkan dan berjalan baik, meski kemudian berhenti karena kesibukan sana-sini.
5. Lha, kalau begitu kita juga bisa berlangganan benda filateli langsung dari Pos dong. Benar. Tapi kenyataan, saya pernah jadi pelanggan benda filateli Pos, ada benda filateli yang tidak saya terima, meski sudah pesan. Ini kenyataan yang saya hadapi saat di jakarta tahun 1980-an.
6. Kalau begitu tugas PFI sangat berat dong, sebagai penyalur benda filateli. Apa tidak mengubah fungsi sebagai pedagang? TIDAK. PFI menjual nominal sama seperti kita beli di kantorpos. Tentu PFI harus bisa dapat komisi misal 10% dari Pos. Komisi inilah sebagai dana masukan guna menjalankan roda perkumpulan, melakukan berbagai aktivitas filateli. Tentu masukan uang/dana tidak hanya dari hal itu, bisa dicarikan cara lain. Panjang sekali bila dibeberkan di sini.
7. Moga saya bisa bantu mengembangkan perfilatelian di medan. Tergampang adalah lewat milis PRANGKO ini. Publikasikanlah milis ini kepada teman2 dan keluarga Mas Efendy semua, khususnya para penggemar pengumpul prangko untuk diskusi terbuka di sini. Milis prangko ini (pertama kali saya pakai milis FILATELI-lalu saya ganti jadi FILATELIS, masih hidup sampai sekarang, dan khusus bahasa Indonesia milis PRANGKO. Untuk transaksi dagang di milis STAMPTRADE) merupakan milis yang pertama kali - milis internet - untuk filatelis Indonesia dengan anggota sekitar 300 orang dari sekitar 40 negara. Lalu muncul kini banyak milis filateli lainnya di berbagai situs (homepage/website). Milis ini saya monitor 24 jam sehari. Nggak tidur dong ya......Yang pasti setiap hari saya berinternet sedikitnya 8 jam.
8. Soal banyak isu, jangan terlalu dipikirin. Tanyakan langsung sama pihak-pihak yang bersangkutan agar tak terjebak dalam kekusutan isu yang beredar di masyarakat.
9. Pos Indonesia harus terbuka sehingga tidak bermunculan berbagai macam rumor yang malah bisa menghancurkan Pos sendiri.
10. Penarikan prangko lama itu hal biasa di Pos dan ada aturannya. lalu dibuatkan berita acara dan dimusnahkan. Masalahnya, ada prangko yang seharusnya ditarik kembali, oleh OKNUM (di mana-mana memang ada oknum) tertentu, ternyata benda filateli itu masih bisa lepas ke masyarakat dan diperdagangkan lebih mahal (di atas nilai nominal). Olehkarena itu perlu perlu kerjasama semua pihak untuk memonitor celah-celah negatif tersebut. Pihak Pos dan PFI sangat berkompeten untuk bersama-sama memonitor hal ini.
11. JANGAN berpikir kejelekan terjadi di Indonesia hanya diketahui di Indonesia. Hal ini sampai juga ke kuping orang asing di berbagai negara. Satu mulut ke mulut lain dan akhirnya menghancurkan image/kesan benda filateli Indonesia di mata internasional. Hal ini sudah terjadi terhadap prangko tahun 1960-an. Demikian pula prangko cetak tindih Indonesia di jaman penjajahan Jepang dan Belanda, menjadi semakin tak sedap, karena filatelis internasional menemukan  prangko aspal cetak tindih jaman pendudukan Jepang dan Belanda. Praktis wajah buram menyelimuti benda filateli Indonesia di mata internasional. Itulah sebabnya Pos tampaknya kini semakin serius memberantas ketidakberesan yang terjadi di lingkungannya terhadap benda filateli Indonesia. Sayangnya, upaya ini KURANG (kalau tidak mau dikatakan TIDAK) terbuka, sehingga masyarakat luas kurang banyak mengetahui. Selain kurang banyak mengetahui, masyarakat juga tampaknya masih kurang peduli terhadap prangko (lihat saja dalam penggunaan prangko sehari-hari). Rasa tidak memiliki (sense of belonging) prangko dalam kehidupan sehari-hari sebagai benda pusaka bangsanya sendiri, perlu kita angkat bersama sebagai topik nasional. Bila masyarakat "aware" akan prangko, pihak Pos pun akan ikut terbantu, tak perlu pusing misalnya dengan soal prangko palsu. Selain itu Pos pun akan terkoreksi sendiri oleh masyarakat, tak akan bisa lagi sewenang-wenang melakukan penerbitan benda filateli. Contoh nyata soal demokrasi bangsa Indonesia, peralihan masa Soeharto ke Gus Dur.
12. Komunikasi, seminar, diskusi nasional bisa dilakukan lewat internet. kalau saluran telepon masih lambat, tidak bisa melakukan video conference, lakukan lewat CHAT internet atau milis ini. Tentukan tanggal dan jam diskusi, misal Sabtu, 1 Deember 2001 antara jam 10.30-11.30 waktu Jakarta. maka semua anggota saat itu membuka internetnya dan berdiskusi lewat internet.
13. Cobalah kita biasakan berdiskusi terbuka, debat terbuka. Ini yang saya rasa sangat jarang dilakukan di Indonesia. Apalagi kalau sudah soal kritik, langsung marah. Lha wong saya sendiri senang dikritik, kok. Itu berarti orang yang mengritik saya senang dengan saya, "care" dengan saya, memperhatikan saya. Dengan kritik justru kita bisa berkembang lebih baik. Olehkarena itu saya berharap semua perkumpulan filatelis di Indonesia bisa ikut bersama mengembangkan budaya KRITIK agar kita semua bisa mengasah pikiran lebih tajam lagi. Tentu saja bukan asal kritik. Solusi atau jalan ke luar setelah kritik, sangatlah disarankan.

Salam dan moga berguna bagi kita semua.

richard
---------
 
Menu Utama